Sunday, May 26, 2013

Aku Ingin Pulang

Tulisan ke-2nya.. --Aku Ingin Pulang--
Oleh: "DHP"


Aku mau pulang, membawa sebuah bingkisan, berwarna merah jambu beraroma manis, sama sekali tidak romantis, karena aku membungkusnya ketika sedang gerimis, aku bungkus  dengan kertas hitam, karena langit terlihat muram, kulihat awan-awan datang, membawa gemercik tanpa hujan yang tak kunjung datang, kulihat semuanya menjadi suram, termasuk hutan-hutan, di dekat hutan ada sungai, airnya mengalir lembut bagaikan selimut, hati yang dingin juga butuh selimut, selimut tidak harus lembut, yang penting dirajut oleh tangan seorang pelaut, bingkisan itu aku letakkan, pada sebuah altar berbentuk segidelapan, udara malam mulai dingin sayang, maukah engkau memakai selimut, yang dibuat dari goresan crayon merah marun, tapi aku lebih suka biru muda, karena itu warna langit, langit menghubungkan hati, lihatlah kesana jika hatimu ingin terhubung, disana ada sebuah awan, yang berwarna putih kelabu, seperti warna matamu ketika termenung, kenapa tidak berwarna coklat muda, mungkin sedikit gelap, karena coklat mengingatkanku akan sesuatu, yaitu warna matamu.

Air laut itu asin, suatu hari aku bermain air, dan aku terbawa ombak, aku sadar aku bukan perenang, sudah pasti aku akan tenggelam, kala itu ada yang berbeda, pada bibirku, aku tersenyum, manis sekali, mulai menelan air laut, lidahku asin tapi senyumku tidak, aku jadi ingat pohon, pohon yang teduh di kala terik, anginnya sejuk, aku berkeringat, semula aku menyesal, itu akan membasahi bajuku, dan membuatnya kotor, angin dari pohon menghapus sesal, rasanya enak, bila keringat bertemu angin, rasanya dingin, seperti air sungai, sungai di kaki bukit, aku bermain air, kali ini hanya kakiku, kakiku bermain air, ah ini cuma sungai, ada ikan-ikan kecil, mereka bermain, aku menggerakkan jemari kakiku, di atas bukit ada sepasang burung, mereka serasi sekali, begitu alami, tidak romantis, tapi begitu alami, mereka bahagia, bertengger di pohon anggur, di pohon sebelahnya ada kumbang, posisinya tidak biasa, seperti orang sujud, ternyata ia sedang minum, air itu berasal dari embun, embun itu menempel di punggungnya, itulah mengapa ia bersujud, supaya air dari embun mengalir, mengalir ke mulutnya, melepas dahaga, ternyata masih pagi, kumbang itu memang sedang bersujud, rupanya ia tengah bersyukur, atas embun yang diberikan Tuhan pagi itu, air mataku meleleh, dadaku sesak, aku ingin pulang.

Aku pulang, halaman rumahku bersih sekali, mungkin karena ibu, disana ada banyak buah, ada buah apel, buah favoritku adalah apel, tapi tidak ada pisang atau jeruk, aku mengambil apel, aku memakannya, lalu aku berbaring di atas rumput, tiba-tiba aku mengantuk, dan aku bermimpi, tentang sebuah perhiasan, bentuknya sangat aneh, aku belum pernah melihatnya, mungkin sejenis permata, berwarna hijau, indah  sekali, seperti warna daun pada pohon, pohon yang berada di atas bukit, lalu aku terlelap, aku mengigau, itu kata ibuku, aku menyebutkan sebuah nama, aku lupa, namanya indah, aku jadi merasa gundah, siapa pemilik sebuah nama, yang memancarkan sebuah cahaya, cahaya bulan menusukku, dengan ribuan pertanyaan, itu lirik sebuah lagu, lagu favoritku, tentang manusia yang mencari hakikat, mencari tahu siapa dirinya, dengan segala daya dan upaya, dekatkanlah dirimu kepada Tuhan, juga kepada alam, maka engkau akan tahu, siapa dirimu yang sebenarnya, lagi-lagi lirik lagu, aku memang tidak kreatif, aku tidak pandai bersyair, kewajibanku banyak, tapi waktuku tidak, hatiku gelisah, mungkin sudah waktunya berdiri, mencari jawaban kegelisahan hati, itu juga lirik sebuah lagu, kapan aku bisa menciptakan syairku sendiri, aku sudah bangun, aku sudah di rumah, aku sudah pulang. Sekian

Tulisan Tanpa Judul

tanpa sengaja membuka folder lama.. --Tulisan Tanpa Judul--
Oleh: "DHP"


Sekali waktu aku sering membayangkan bagaimanakah aku di masa depan. Di masa itu aku membayangkan aku dalam kondisi pulang dari bekerja, aku letih sekali, dan aku mempunyai seorang istri yang tengah menungguku di dekat pintu sambil mengenakan pakaian terbaiknya, ia tengah menyambutku. Dia menatapku sambil tersenyum, sedangkan aku berjalan tersungkur karena lelah bekerja, seolah-olah di gambarkan sebagai seorang yang sering lupa bersyukur. Aku melepas kaos kaki dan sepatuku, aku longgarkan dasi dan kemejaku. Aku masuk, aku mendapati istriku masih dalam kondisi tersenyum, dia manis sekali, senyumnya konstan sehingga sama sekali tidak berkurang, bahkan senyumnya mempunyai percepatan sehingga senyumnya semakin lebar. Dia memelukku, erat sekali. Sore itu dia wangi sekali, sedangkan aku dengan pakaian berantakan adalah suami yang berbau busuk seperti kaos kaki. Dia tidak peduli, bahkan dia semakin erat memelukku, aku mendapati dia tengah mendengarkan sesuatu, lalu ia berkata “aku sedang mendengarkan detak jantungmu, karena memang disanalah semestinya aku berada, aku adalah tulang rusukmu, aku dekat sekali dengan jantungmu, kuharap... itulah aku.” Seketika senyumnya menjadi pupus, raut mukanya menjadi sayu, nampaknya dia ketakutan sekali. Dia sedang memberikanku sebuah pertanyaan tanpa tanda tanya. Dan aku tidak punya jawabannya. Aku mencintainya, dia adalah wanita kedua setelah ibuku. Air mataku meleleh takkala aku sadar tidak punya jawaban atas rasa takut dan keraguannya. 

Aku selalu berusaha menempatkan cinta tertinggiku hanya kepada Tuhan, lalu di ikuti cintaku kepada ibu. jika aku menjanjikan sesuatu padanya saat itu, maka aku akan mendahului kehendak Tuhan, maka aku akan mengacuhkan janji Tuhan. Inilah yang bisa aku lakukan, aku hanya akan berusaha terus mencintainya dan menempatkannya sebagai sebuah cinta setelah ibuku. Tuhan Maha Segalanya, termasuk membolak-balikan hati hambanya. Karena Tuhan tau mana yang dibutuhkan hambanya dan itu tidak selalu sejalan dengan apa yang sangat diinginkan hambanya. Di dalam kitab suci, Tuhan sering kali berfirman demikian. Memang dia adalah istriku, belahan jiwaku, kekasih pertamaku, dan aku sering menganggap bahwa kita berjodoh. Tapi siapa yang tahu? Maut dan perceraian mungkin bisa membuat kami tidak berjodoh, tapi bukan berarti tidak ada opsi lain. Tuhan itu maha baik, boleh jadi kami adalah dua insan yang memang di takdirkan selalu bersama sampai akhir hayat. Imajinasi masa depanku kututup dengan doa yang kupanjatkan kepada-Nya, aku berdoa semoga Dia selalu merawat hatiku dan hati istriku kelak, semoga Dia memberikan kebahagiaan dunia akhirat kepada ibuku. Maka bertambahlah cintaku kepadaNya, yang maha memberi segalanya. Maka bertambahlah cintaku kepada ibu, yang telah membawaku ke dunia ini, membuat aku bernafas bahagia dengan cinta kasihnya, memberiku kesempatan bernyawa dengan nafkahnya, membuka ruang dan waktu untuk bertemu istriku. Semoga kelak anak-anakku juga bisa seperti itu, menempatkan cintanya kepada Tuhan sebagai cinta tertinggi, lalu di ikuti cinta kasihnya kepada ibu mereka. Betapa bahagianya ketika aku menyadari bahwa ibu dari anak-anak ku ternyata adalah istriku. (surabaya, 16 mei 2012)