Oleh: "DHP"
Sekali waktu
aku sering membayangkan bagaimanakah aku di masa depan. Di masa itu aku membayangkan
aku dalam kondisi pulang dari bekerja, aku letih sekali, dan aku mempunyai
seorang istri yang tengah menungguku di dekat pintu sambil mengenakan pakaian
terbaiknya, ia tengah menyambutku. Dia menatapku sambil tersenyum, sedangkan
aku berjalan tersungkur karena lelah bekerja, seolah-olah di gambarkan sebagai
seorang yang sering lupa bersyukur. Aku melepas kaos kaki dan sepatuku, aku longgarkan
dasi dan kemejaku. Aku masuk, aku mendapati istriku masih dalam kondisi
tersenyum, dia manis sekali, senyumnya konstan sehingga sama sekali tidak
berkurang, bahkan senyumnya mempunyai percepatan sehingga senyumnya semakin
lebar. Dia memelukku, erat sekali. Sore itu dia wangi sekali, sedangkan aku
dengan pakaian berantakan adalah suami yang berbau busuk seperti kaos kaki. Dia
tidak peduli, bahkan dia semakin erat memelukku, aku mendapati dia tengah
mendengarkan sesuatu, lalu ia berkata “aku
sedang mendengarkan detak jantungmu, karena memang disanalah semestinya aku
berada, aku adalah tulang rusukmu, aku dekat sekali dengan jantungmu,
kuharap... itulah aku.” Seketika senyumnya menjadi pupus, raut mukanya
menjadi sayu, nampaknya dia ketakutan sekali. Dia sedang memberikanku sebuah
pertanyaan tanpa tanda tanya. Dan aku tidak punya jawabannya. Aku mencintainya,
dia adalah wanita kedua setelah ibuku. Air mataku meleleh takkala aku sadar
tidak punya jawaban atas rasa takut dan keraguannya.
Aku selalu
berusaha menempatkan cinta tertinggiku hanya kepada Tuhan, lalu di ikuti cintaku
kepada ibu. jika aku menjanjikan sesuatu padanya saat itu, maka aku akan
mendahului kehendak Tuhan, maka aku akan mengacuhkan janji Tuhan. Inilah yang
bisa aku lakukan, aku hanya akan berusaha terus mencintainya dan menempatkannya
sebagai sebuah cinta setelah ibuku. Tuhan Maha Segalanya, termasuk membolak-balikan
hati hambanya. Karena Tuhan tau mana yang dibutuhkan hambanya dan itu tidak
selalu sejalan dengan apa yang sangat diinginkan hambanya. Di dalam kitab suci,
Tuhan sering kali berfirman demikian. Memang dia adalah istriku, belahan
jiwaku, kekasih pertamaku, dan aku sering menganggap bahwa kita berjodoh. Tapi
siapa yang tahu? Maut dan perceraian mungkin bisa membuat kami tidak berjodoh, tapi
bukan berarti tidak ada opsi lain. Tuhan itu maha baik, boleh jadi
kami adalah dua insan yang memang di takdirkan selalu bersama sampai akhir
hayat. Imajinasi masa depanku kututup dengan doa yang kupanjatkan kepada-Nya,
aku berdoa semoga Dia selalu merawat hatiku dan hati istriku kelak, semoga Dia
memberikan kebahagiaan dunia akhirat kepada ibuku. Maka bertambahlah cintaku
kepadaNya, yang maha memberi segalanya. Maka bertambahlah cintaku kepada ibu,
yang telah membawaku ke dunia ini, membuat aku bernafas bahagia dengan cinta
kasihnya, memberiku kesempatan bernyawa dengan nafkahnya, membuka ruang dan
waktu untuk bertemu istriku. Semoga kelak anak-anakku juga bisa seperti itu,
menempatkan cintanya kepada Tuhan sebagai cinta tertinggi, lalu di ikuti cinta
kasihnya kepada ibu mereka. Betapa bahagianya ketika aku menyadari bahwa ibu
dari anak-anak ku ternyata adalah istriku. (surabaya, 16 mei 2012)
No comments:
Post a Comment