Aku.. seperti berada pada sebuah perjalanan. Perjalanan
panjang, jauh dan melelahkan. Perjalanan menuju sebuah titik yang aku
menyebutnya titik kemuliaan tertinggi manusia, dimana ia akan menghabiskan
hidupnya dan menemukan kebahagiaan sebenarnya.. ‘Rumah Sejati’.
Sekarang, hari ini, di kota ini, dalam perjalanan ini, dalam terik dan badai.. dahaga mengusik, kaki tak mampu lagi menumpu badan.. aku lelah. Aku ingin berhenti. Tapi harusnya aku tak berhenti. Tuhan telah berpesan padaku untuk tidak berhenti sebelum aku menemukan titik itu. Tidak tepat untukku pabila aku berhenti sekarang. Tidak boleh. Tapi aku lelah.. sangat lelah.
Tegak kokoh berdiri di depanku, sebuah pohon besar, lebat, dengan buah-buahan yang menggantung padanya, seolah menjanjikanku kedamaian. Aku pun berhenti, tak menuruti nasihat Tuhan. “Tuhan.. aku mungkin bisa membangun rumah sejatiku dari pohon ini.. ijinkanlah” egoku.
Aku mulai bersandar, melepas penat, berteduh dibawahnya.
Menghapus dahaga dengan buah yang ku petik darinya. Manis. Segar.
Ketika malam datang dan dingin menusuk tulang rusukku, kuambil rantingnya, ku gosok dan menghadirkan api darinya. Hangat. Seperti dalam pelukan. Damai.
Aku merasa benar. Aku benar telah memilih pohon ini untuk kujadikan rumah sejati.. sehingga kutemukan kedamaian dalam dekapannya. Dan memang
Ketika malam datang dan dingin menusuk tulang rusukku, kuambil rantingnya, ku gosok dan menghadirkan api darinya. Hangat. Seperti dalam pelukan. Damai.
Aku merasa benar. Aku benar telah memilih pohon ini untuk kujadikan rumah sejati.. sehingga kutemukan kedamaian dalam dekapannya. Dan memang